PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI BERBAGAI NEGARA MUSLIM
A. Latar Belakang
Ajaran Islam, yang bersumber dari
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, diyakini oleh pemeluknya dapat mengantisipasi
segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman. Agama islam itu
memang satu, akan tetapi tampilan islam itu beragam, hal itu bisa
disebabkan karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam,
tetapi boleh jadi, kurun zaman telah membawa budaya dan teknologi yang
berbeda-beda. Misalnya, ada komunitas yang senang menampilkan Islam
dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang senang pemerintahan
republik. Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah bentuk khilafah.
Ada yang sangat terikat dengan teks al-Qur;an dan Hadits dalam memahami
ajarana islam, ada pula yang longgar, melihat konteks nash tersebut.
Hal tersebut, tidak jarang menyebabkan terjadinya saling berebut
kebenaran antara sesama muslim di mana-mana dalam menampilkan Islam.
Agar pemahaman Islam itu holistik, pesan ketuhanan dapat ditangkap,
fanatik buta dapat diredam, sejarah tampilan ajaran Islam dari waktu ke
waktu dapat dicermati. Dengan cara ini proses terselenggaranya syari’at
islam di masa Nabi dan generasi-generasi berikutnya dapat dipahami.
Di
dalam kajian ini akan dipaparkan tentang bagaimana perkembangan
tasyri’ di beberapa negara slam di dunia. Mulai dari Arab, Mesir,
Syiria,Libanon, dan lain-lain.
B. Potret Perkembangan Tasyri’ di Dunia Islam
Pada
mulanya negeri-negeri muslim hanya satu yang diikat oleh kesatuan
agama. Kemudian pada zaman Muawiyah dan Abbasiyah menjadi kerajaan dan
ta’ashub kepada golongan dan kesukuan serta madzhab dan sekte, sehingga
menjadi bahan pemisahan suatu negeri. Selain itu banyak negeri-negeri
yang penduduknya masuk Islam, akan tetapi tidak dibawah kekhalifahan,
melainkan sejak awal secara politis berdiri sendiri seperti
negeri-negeri muslim di Timur.
Sampai perang dunia I, kebanyakan
negeri-negeri di Timur Tengah ada di bawah kerajaan Ustmaniyah. Setelah
perang dunia I negeri-negeri muslim terpisah-pisah. Mesir lepas dari
kerajaan Ustmaniyah, akan tetapi di bawah negara lain. Kemudian Mesir
harus berjuang untuk melepaskan diri dari kekuasaan asing. Jazirah
Arabiah di bawah Syarif Husain al-Hasyimi lepas dari Ustmani akan tetapi
di bawah pengaruh Inggris. Dengan perantaraan Inggris 1915-1916, Arab
menjadi merdeka kemudian diambil oleh Ibnu Su’ud dan menjadi Saudi
Arabia.
Tahun 1923, Turki menjadi republik dan semua anggota
kesultanan dibuang ke luar negeri. Di tahun 1924, dalam undang-undang
dasar Turki disebutkan bahwa Islam sebagai agama negara. Akan tetapi
dengan konstitusi 1928, Turki menjadi negara sekuler dan dengan demikian
habislah riwayat agama Islam sebagai agama negara. Bahkan semua yang
bahasa Arab diganti dengan bahasa nasional Turki, sampai masalah
ibadahpun diupayakan diganti ke bahasa Turki.
Di waktu perang
dunia II, banyak negeri-negeri Arab yang menyatakan kemerdekaannya.
Seperti Libanon, Syiria, Yordania, Irak, Arab (1945), Tunisia (1958),
Pakistan (1947), Libya (1953), Sudan (1956), Imarah Kuwait (1961)
1. Saudi Arabia
Perkembangan fiqih islami di Saudi Arabia adalah sangat menarik untuk
dikemukakan, secara umum telah diketahui bahwa Saudi Arabia didirikan
atas pandangan Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab, yang berpegang kepada
hukum syari’ah islamiyah Madzhab Salafush-Shalih, yang memerangi bid’ah
dan khurafat. Hukum yang berlaku sebagimana pada zaman
Khulafaur.Rosyidin, yaitu berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada waktu daulah Ustmaniyah yang menjadi pegangan pokok adalah madzhab
Hanafi, dan dipakai juga madzhab Syafi’i di Hijaz dan madzhab Hanbali
di Najd.
Setelah Abdul- Aziz ibn Su’ud berkuasa, hukum pengadilan
ditentukan madzhab Hanbali sehingga madzhab ini menjadi madzhab yang
resmi di seluruh Kerajaan Saudi. Oleh Karena itu, buku pegangan bagi
hakim pengadilan adalah kitab Syarah Al-Muntaha dan Syarah Iqna’.
Apabila tidak ada nash, diambil dari Syarh Zad al-Ma’ad dan Syarh
Dalilul Falihin, atau juga dari kitab lain yang lebih luas dan diambil
keputusan yang lebih rajih. Berdasarkan keputusan Raja tahun 1930 M,
yang di nashkan dalam kitab-kitab Imam Ahmad diamalkan tanpa musyawarah
oleh anggota mahkamah, apabila tidak ada nash mereka harus ijtihad dan
anggota mahkamah harus berkumpul untuk ijtihad bersama (ijtihad jama’i),
adapun tentang ibadat sesuai dengan madzhabnya yang dianut
masing-masing.
Disamping itu dikeluarkan pula peraturan perundang-undangan :
a. KUH Acara, untuk mengatur tata kerja acara pengadilan tahun 1938, kemudian tahun 1952.
b.
KUH Dagang tahun 1931, KUHD adalah KUH yang sangat penting di Saudi
Arabiah. Baik perdagangan darat maupun dilautan, terdiri dari 633 pasal.
c. Undang-undang Hukum Pidana
Pada
tahun 1951 (1370) dikeluarkan Undang-undang Pidana terutama dalam
masalah ta’zir, tentang minuman khamer, liwath, dengan penjara dan
jilid, atas diyat 1000 riyal, dan lain-lain.
Selain undang-undang,
ada peraturan-peraturan hukum pidana militer tahun 1951,
peraturan-peraturan tentang perhubungan, kendaraan dan lain-lain tahun
1942.
d. Peraturan kerja dan bekerja
Peraturan ini dikeluarkan
tahun 1947, berhubung dengan pekerjaan syarikat perminyakan antara Arab
dan Amerika. Dasarnya adalah hukum-hukum syara’ untuk kemaslahatan umum.
e. Peraturan pajak
Peraturan
ini dikeluarkan karena meluasnya yang harus dibiayai oleh kerajaan,
sehingga diharuskan adanya pajak. Dalam hal ini pajak dihubungkan dengan
zakat syari’ah dan kewajiban pajak bagi syarikat perusahaan.
f. Peraturan-peraturan lain-lain.
1.a . Hukum Islam : Antara Ajaran dan Budaya
Di negeri-negeri muslim masalah fiqih Islami dalam hal-hal ibadah,
mu’amalalah pada umumnya berpegang pada tasyri’ Islami yang pada
prakteknya fiqih madzahib yang dipegang tidak lagi hanya satu-satunya
pegangan, melainkan bervariasi dalam menerapkan hukum Islam tersebut.
Ada yang dengan memakai madzhab lain yang lebih sesuai dengan kebutuhan
hukum, ada yang mengambil dari hukum Barat dalam masalah duniawiyah,
walaupun dalam ahwaal Alsyakhshiyah tetap dipakai pokok pegangan adalah
fiqih Islami.
1.b. Perkembangan fiqih secara keilmuan
Pada
zaman modern ini, fiqih ditulis para ulama’ tidak lagi seperti zaman
kebangkitan, masa taqlid kepada madzhab, dengan suatu kumpulan hukum
islam, mulai fiqih ibadah, munakahat, mu’amalat dan jinayat pada satu
judul yang bejilid-jilid, melainkan fiqih disusun per-maudhu’dengan
mengkompilasikan pendapat berbagai madzhab yang dihubungkan dengan dasar
nash wahyu dan yang aplicable di daerah penyusunnya atau yang sesuai
dengan logika penyusunnya. Sebagai contoh:
Abu Zahrah, Abdul
Wahab Khallaf , Al-Khudhari dan lain-lain menyusun ushul fiqh, dengan
mengabungkan semua ushul fiqih, dari Abu Hanifah, Maliki, Asy-Syafi’i,
dan Ahmad Ibnu Hanbal.
Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf dan
Muhammad Syallabi, menyusun kitab tentang wakaf dengan judul Muhadharatu
fil Waqf, alwaqf wal Washiyah dengan mengkompilasikan madzhab yang
empat dan menggabungkan dengan Undang-undang yang berlaku di Mesir, di
Syiria, di Libanon dan di Tunisia.
Yusuf Musa menyusun Nidhamul
Hukmi fil Islam (suatu disiplin fiqih dusturi), dengan mengkompilasikan
(menyitir dan membandingkan) pendapat-pendapt ulama’ terdahulu, seperti
Al-Mawardi dalam Al-Ahkamus Sultaniyyah, Ibnu Kholdun pada muqaddimah,
Al-Gozali dan lain-lain.
Abdul Qadir Audah menyusun
Al-Tasyri’ul-jinaaiyul-Islaamiy, (fiqih jinayat, dengan dua jilid a 758
pagina) disamping meninjau dengan pendapat-pendapat, juga
mengkomparasikan dengan Undang-undang yang berlaku (Qanun wadly).
Sementara Abdul Zahrah, menyusun kitab falsafah Al-Jinaiy-Al-Islamiy,
sebagai disiplin ilmu baru yaitu filsafat hukum pidana islami. Syekh M.
Syaltud, menyusun Al-Islam ‘aqidah Wa Syari’ah, fiqh Dauli aammah, dan
al-ahkam dauliyah yang berisi tentang hukum perang (fiqhul harbi). Abul
A’la Al-Maududi menyusun tentang Fiqih Dusturi Islami dan lain-lain.
Disiplin-disiplin yang muncul di era modern ini selain falsafah hukum
islam, secara keseluruhan, adalah juga filsafat hukum masing-masing
maudhu’, yang merupakan penyempurnaan hikmatut tasyri’. Jika kitab-kitab
Pengantar Ilmu Fiqih, seperti Salam Madzkur, dan lain-lain menyusun
al-Madkhal-nya. Yang baru lagi sebagai disiplin tambahan dalam ilmu
fiqih ialah yang membahas masalah-masalah yang baru muncul yang pada
zaman dulu belum pernah ada yang merupakan masail fiqhiyah seperti
pembahasan tentang hukum pencangkokan jantung, kornea mata, inseminasi
buatan, bayi tabung, resusitasi cardiopulmoner, eutanasiya, puasa
penduduk daerah kutub dan lain-lain.
1.c. Problema fiqih
Dari beberapa catatan bahwa pada zaman modern ini masalah fiqih dan ilmu
fiqh telah berkembang tidak lagi sebagaimana pada zaman mujtahidin abad
kedua-keempat, yang masalahnya merupakan suatu paket kumpulan hukum
islami yang dipetik dari dalil-dalilnya yang tafsili, melainkan telah
berkembang dengan perkembangan zaman, yang dengan beberapa variasi, ada
yang masalahnya diperluas dengan yang berkembang di zaman modern seperti
fiqih dauli khashshah,,fiqih dauli ‘ammah dan fiqih dusturi, yang tidak
terlalu dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih lama. Walaupun masalah ini
sudah pernah disusun tersendiri, seperti oleh Al-Mawardi dengan kitab
Al-Ahkaam Sulthaniyyah-nya, dan Ibnu Khaldun dalam Miqaddimahnya.
Fiqih yang timbul baru adalah Filsafat Hukum Islam yang merupakan
perluasan dari ushul fiqh, seperti yang dikarang Asy-Syatibi pada
Al-Muwafaqaat, diperluas dan diperdalam lagi menjadi filsafat hukum
Islam.
Pembagian hukum dalam kitab fiqih lama bervariasi, dari
yang membagi kepada empat bagian (ibadah, munakahat, mu’amalat dan
jinayat), yang tidak memasukkan masalah ahkamus-sulthanniyat. Dan
sekarang setelah terasa perlunya masalah qadlaiyyat dibahas tersendiri
dan bahkan timbul perlu adanya hukum acara (ahkammuraffa’aat) baik
muraffa’at madaniyah maupun ijraa’at jazaa’iyyat. (Hukum Acara Perdata
dan Hukum Acara Pidana) .
Fathi Utsman dalam Al-Fikrul-Qanuunul-Islamiy, menulis bahwa masalah fiqh Islam selain masalah ibadah itu juga :
1 Ahkaam al-ahwaal asy-syakhshiyyah
2 Ahkaam Madaniyah
3 Al-Ahkaam Jinayah
4 Al-Ahkaam al-Murraffa’aat
5 Al-Ahkaam
6 Al-Ahkaam al-iqtishaadiyah wal maaliyah
Izzudin Ibnu Abdis-salaam membagi masalah fiqh kepada delapan bagian, yaitu:
a Fiqih ibadah
b Fiqih ahwaal syakhshiyah
c Jinayah
d Murraffa’aat
e Dauliyah
f Madaniyah
g Iktishadiyah
h Harb
2. Mesir
Republik
Arab Mesir dengan ibu kota Kairo adalah sebuah negara yang berada di
kawasan Afrika. Dengan luas wilayah 1.001.449 km². Bahasa resmi negara
ini adalah bahasa Arab. Sesudah abad ke-6 SM, wilayah ini terkena
pengaruh Persia dan tahun 525 SM, Mesir dikuasai selama hampir 2500
tahun oleh dinasti asing. Agama Kristen sampai ke lembah Nil dan dalam
tahun 639 tentara Arab masuk dari Timur. Mereka jadikan Mesir masyarakat
Arab dan Islam .
Pada tahun 1978 pasukan Inggris menyerbu Mesir dan
mulai saat itu Inggris di bawah komando Napoleon berkuasa disana sampai
lebih kurang 124 tahun. Pada tahun1922, Inggris menyatakan akhir
kekuasaannya atas Mesir dan menyetujui Ahmad Fuad sebagai raja Mesir.
Satu tahun kmudian keluar konstitusi Mesir yang mempunyai tiga
kekuasaan. Pertama, kekuasaan ekskutif oleh raja dan menteri-menteri;
kedua, kekuasaan legislatif oleh parlemen; dan ketiga, kekuasaan
kehakiman dibawah undang-undang.
Sebagian ulama, seperi yang
tergabung “ikhwan al-shofa”, berusaha agar di berlakukannya hukum
Syari’ah di Mesir dan bukan hukum Barat. Namun ternyata banyak ulama’ di
sana yang berpendapat bahwa menjalankan syari’at Islam tidak harus
kembali kepada fiqh. Perkembangan zaman menghendaki interpretasi baru
terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah. Akhirnya, hukum yang berlaku di sana
adalah syari’at Islam dengan interpretasi baru, yang sudah barang tentu,
sebagian materi hukum Eropa di masukkan. Sementara, Syiria dan Libanon
belakangan, menjalankan undang-undang hukum perdata yang berasal dari
hukum perdata yang diadopsi oleh Mesir tersebut. Menurut Coulson, hal
ini berakibat hukum yang berasal dari Eropa menjadi bagian integral dan
pokok dalam sistem hukum kebanyakan negara Timur Tengah .
Pada tahun
1952, Mesir menjadi republik; 1958, Mesir dan Syyiria menjadi republik
Arab persatuan, kemudian pada tahun 1961, Mesir kembali berdiri sendiri
sebagai republik Mesir.
2.a. Sistem Tasyri’ di Mesir.
Di
pengadilan Mesir, madzhab Syafi’i menjadi madzhab yang dianut. Hal ini
terjadi pada masa Fatimiyah. Demikian pula pada kekuasaan Ayyubiyah yang
mengadakan sistem empat hakim berdasarkan empat madzhab yang ada yaitu,
madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dengan madzhab yang
pertama yang menjadi prioritas adalah madzhab Syafi’i. Setelah di bawah
daulah Ustmaniyah, madzhab yang dianut pengadilan Mesir adalah madzhab
Hanafi.
Kemudian pada tahun 1875, dibentuk pengadilan yang tidak
mengadili berdasarkan hukum undang-undang perdata, undang-undang dagang,
undang-undang kedaulatan, undang-undang pidana, dan undang-undang hukum
acara pidana diperbaiki, yang mnyebabkan pengambilan undang-undang
Perancis sebagai bahan ijtihad hakim pada pengadilan di Mesir.
2.b. Qanun-qanun yang baru:
1) Undang-undang hukum pidana
Undang-undang
ini keluar tahun 1937 no 58 tahun 1937, memuat 395 pasal dilengkapi
pula dengan undang-undang no 68, 136, 290-308 tahun 1956 dan
Undang-undang no 112 tahun 1958.
2) Undang-undang perdata (Madani)
Undang-undang
perdata Mesir mengalami sejarah yang panjang mulai tahun 1936, kemudian
diganti dengan undang-undang tahun 1938, tahun 1942, tahun 1945, 1948,
1949. Undang-undang Perdata Mesir memuat 1149 pasal, yang mengambil tiga
sumber : Perbandingan undang-undang, ijtihad Hakim Mesir, dan dari
Syari’at Islam. Dalam pasal pertamanya dinyatakan bahwa hakim harus
berpegang kepada prinsip-prinsip Syari’ah Islamiyah di kala tidak ada
nash atau uruf.
3) Undang-undang hukum acara perdata dan acara dagang.
Undang-undang
ini dikeluarkan tahun 1944, kemudian di perbaiki tahun 1949,
Undang-undang ini memuat 858 pasal ditambah kitab keempat dengan
undang-undang nomor 126 tahun 1951, tentang hukum acara ahwal syahsiyah
sehingga menjadi seluruhnya 1230 pasal, yang diperkuat dengan
Undang-undang no 137 tahun 1956.
4) Undang-undang Hukum Acara Pidana.
KUHAP
Mesir keluar tahun 1950 dengan undang-undang no 150 tahun 1950, terdiri
dari 560 pasal terbagi kepada empat kitab. Undang-undang ini diperkuat
dengan Undang-undang no 121 tahun 1956, Undang-undang no 37, 113 tahun
1957, no 45 tahun 1958.
5) Undang-undang hukum syar’i lainnya
Selain undang-undang tersebut di atas di Mesir dikodifisir pula hukum-hukum sebagai berikut :
a. Undang-undanng Mawaris tahun1934
Dalam
undang-undang ini diambil dari berbagai madzhab, dengan berpegang pokok
kepada kitab Qudry Pasha Kitab Mursyid Al-Hairaan Ilaa Ma’rifati Ahwaal
al-Insan.
b. Undang-undang tentang wakaf, tahun 1946, diperbaharui
dengan Undang-undang tentang wakaf no. 180 tahun 1952, yang menghapuskan
wakaf ahli (selain wakaf khairi) dijadikan Lembaga Hibah, dan
diperbaharui pula dengan undang-undang nomor 29 tahun 1960.
c.
Undang-undang tentang wasiyat, tahun 1946. undang-undang ini mengambil
bermacam-macam madzhab seperti Hanafi dan mengambil juga dari madzhab
Ja’fari yang membolehkan wasiyat kepada waris (ps. 27). Dan mengharuskan
wasiyat dengan tertulis secara resmi (ps. 2) dan lain-lain .
3. Libanon
Libanon seperti negeri Arab lainnya pernah di bawah Daulat Ustmaniyah.
Ssetelah perang dunia I, Libanon berdiri sendiri dan mengambil hukum
sendiri. Disamping berdasarkan syari’at, juga mengambil dari hukum
Prancis dan Eropa lainnya. Perundang-undangan yang dibuat diantaranya
adalah :
a. Undang-undang Kepemilikan, (hak milik) Undang-undang no. 186-189 tahun 1926.
b. Undang-undang Kewajiban-kewajiban dan perjanjian-perjanjian, tahun 1932.
c. Undang-undang Hukum Acara Perdata, tahun 1933.
d. Undang-undang Hukum Dagang Laut/ Kelauutan, tahun 1934.
e. Undang-undang Hukum Acara Pidana, tahun 1948.
f. Undang-undang yang lainnya.
Adapun
mengenai penulisan kitab-kitab fiqh seperti halnya di Mesir, fiqh
ditulis dengan uraian-uraian secara keilmuan, tidak lagi menjadi
kesatuan fiqh seluruhnya, melainkan kitab fiqh dalam satu maudlu,
seperti kitab waqf susunan Zudi Yakun, dan lain-lain kitab penerbitan
Libanon yang mengkompilasikan pendapat-pendapat madzhab-mazhab .
Selain
undang-undang tersebut ada pula undang-undang tentang wakaf tahun 1947
sama dengan undang-undang wakaf di Mesir yang menghapuskan lembaga wakaf
dzurri menjadi hibah. Bagi kaum sunni masalah diajukan ke Mahkamah
Sar’iyah Ja’fariyah. Bagi kaum Druz, undang-undang Al-Ahwal Syahsiyah
tahun 1948, khusus berdasarkan ijtihad setempat. Bagi non muslim
diundangkan pula undang-undang bagi non muslim seperti hukum waris bagi
non muslim, tahun 1959, dan undang-undang tentang wasiyat.
4. Syiria
Syiria adalah seperti halnya Libanon sebelum perang dunia di bawah
Ustmani, yang dalam hal hukum Madaniyah tunduk kepada Majallah
Al-Adliyah. Kemudian diganti dengan qunun madani yang baru. Tahun 1947
dikeluarkan undang-undang sipil dan dagang. Dan sesuai dengan gambaran
hukum syara’ dikeluarkan undang-undang nomor 84 tahun 1949, tentang
hukum sipil yang mengandung 1130 pasal. Kemudian tahun 1949 pula
dikeluarkan undang-undang tentang pidana dan undang-undang tentang hukum
dagang., meliputi 774 pasal mengambil dari undang-undang Libanon, Irak
dan Mesir dengan pengecualian yang khusus untuk Syiria, yang dilengkapi
dengan Undng-undang nomor 31 tahun 1953.
Adapun undang-undang
hukum pidana meliputi 756 pasal yang dasarnya diambil dari hukum Libanon
dan dilengkapi dengan undang-undang hukum pidana Syiria no. 85 tahun
1953. Tahun 1950 Syiria mengikuti Libanon dalam penyusunan hukum syari’i
yang baru, Undang-undang Hukum Dagang di Laut, Undang-undang Hukum
Acara Pidana dan Hukum Pidana Militer, semuanya menukil dari Libanon.
Tahun 1953, Syiri’a mengeluarkan undang-undang tentang Al-Ahwal
asy-syakhsyiyah dan undang-undang tentang hukum acara. Untuk hukum acara
dilengkapi dengan Undang-undang no. 85 tahun 1958 dan Undang-undang no.
50 tahun 1959. Tentang Undang-undang Al-Ahwaal al-Syakhsyiyah, Syiria
yang penduduknya mayoritas muslim sunni, madzhab Hanafi selalu menjadi
madzhab resmi dalam hal fatwa dan pengadilan, tentang al-ahwal
asy-syakhsyiyah. Dalam undang-undang Dasar Syiria tahun 1950 disebutkan
pada pasal tiga tentang kedudukan fiqh Islam di Syiria, bahwa agama
Presiden Republik Syiria harus Islam, dan Fiqh Islami adalah sumber
pokok undang-undang di Syiria.
Undang-undang hukum sipil Syiria
yang meliputi 380 pasal, meliputi masalah perkawinan, talak, khulu’ dan
cerai, hukum anak-anak, keturunan, hadlanah, radla’ah, nafakah, hukum
keluarga dan perwalian, hukum wasiyat dan mawaris .
5. Yordania
Tasyri’ Ustmani selalu menjadi asas tasyri’ di Yordania dan Palestina,
kemudian di Yordania pada tahun 1946 dan 1951 dikeluarkan peraturan
perundang-undangan antara lain :
a. Undang-undang Hukum Sipil dan Hukum Dagang
Undang-undang ini dasarnya dipakai undang-undang Ustmani dan dari undang-undang Mesir dan Syiri’a
b. Undang-undang Hukum acara, dilengkapi dengan undang-undang tahun 1928 dan undang-undang no. 33 tahun 1946.
c. Undang-undang Hukum Pidana.
Undang-undang
Ustmani berlaku sampai tahun 1951, dengan dikeluarkannya undang-undang
pidana baru Yordania, kemudian diperbaiki dengan undang-undang no. 16
tahun 1960.
d. Undang-undang Hukum Pidana Militer, dikeluarkan tahun 1952.
e. Undang-undng Hukum Acara Pidana.
f. Undang-undang Yordania lainnya:
1. UU Penerbanngan Sipil tahun 1953
2. UU Merk Perdagangan tahun 1952
3. UU Hak Paten tahun 1953
4. UU kepegawaian atau Buruh tahun 1960.
Tentang al-Ahwal al-Syakhsyiyah
Pemerintah Yordania sangat memperhatikan hukum syara’ yang berhubungan
dengan ahwal al-syakhsyiyah. Pada tahun 1927 dikeluarkan peraturan
perundang-undangan tentang keluarga yang diambil dari hukum Ustmani.
Pada tahun 1951 dikeluarkan UU nomor 2 tentang Hukum Kkeluargaan
Yordania yang baru yang mengatur ahwal al-syakhsyiyah kecuali masalah
wasiat dan mawaris .
6. India dan Pakistan
Islam,
keberadaannya sebagai pemegang pemerintahan di India dimulai ketika
Zahiruddin Babur (1482-1530) mendirikan kerajaan islam di Mughal, disana
mengambil Delhi sebagai ibu kotanya. Tidak jauh berbeda dari dinasti
sebelumnya, Abbasiyah, disana diterapkan hukum syari’ah yang diambil
dari mazhab Fiqih Hanafi.
Ketika koloni Inggris berkuasa disana,
mulanay mempertahankan hukum syari’at di kalangan komunitas muslim.
Tetapi memasuki tahun 1864, secara berangsur-angsur, baik yang mnengatur
perseorangan maupun orang banyak, tidak bisa tidak, harus disesuaikan
dengan hukum inggris, karena para hakim yang terdidik dengan hukum
inggris secara otomatis memperkenalkan hukum aturan inggris. Disini
lain, penginggrisan hukum dimaksudkan untuk keseragaman bagi masyarakat
yang beragam latar belakng budaya dan agama mereka .
Pada abad
kesembilan belas, ummat islam india dapat dikatakan masih hidup dengan
tradisi kebesaran dan kemegahan masa lalu. Tetapi, pada abad kedua
puluh, sebagian dari rakyat muslim india telah bangkit dengan visi yang
campur aduk antara kebesaran masa lalu yang telah hilang dan impian
kebesaran yang akan datang.
Setelah abad ketiga belas atau
sekitar itu, orang menduga bahwa dari segi agama, islam mengalami
kemandekan--yaitu tetap berada dalam bentuk yang dicetak oleh
ulam’-ulama dari abad-abad pembentukan sebelumnya. Bahkan sering kali
mereka beranggapan bahwa kalupun ada perubahan, maka perubahan itu
berisi kemunduran.
Para pemimpin muslim india pada pertengahan
abad kesembilan belas hidup dalam kehidupan baru, berpikir dengan
pikiran baru, lain dari kehidupan dan pemikiran orang-orang tua dan
nenek morang mereka. Perkembangan islam yang pokok dari modernisme islam
di india adalah perkembangan islam liberal yagn sejalan dengan
kebudayaan barat abad kesembilan baelas ini. hal ini dilakukan dengan
memisahkan prinsip-prinsip dari nash hukum, memisahkan agama dari
manifstasi-manifestasi dan terutama dari kerusakan, kemunduran
masyarakat islam;menolak tambahan-tambahan atau interpretasi yang salah,
dan menekankan ajaran-ajaran pokok semua agama, selain itu, selain,
terdapat juga perubahan sikap. Yaitu bersedia menggarap dunia dan
memakai pendekatan-pendekatan secara dinamis. Tokoh yang paling menonjol
dalam gerakan ini adalah Sir Sayid Ahmad Khan dengan aligharnya yang
bangakit pada bagian akhir dari abad kesembilan belas .
Sayid
Ahmad, pikirannya tidak mau terbelenggu oleh otoritas hadits dan fiqih,
ia menyerap jiwa kebudayaan Barat terutama rasionalisme, semua diukur
dengan kritik rasional. Akibatnya, ia menolak semua hal yang
bertentangan dengan logika dan hokum alam. Pertama-tama ia hanya mau
mengambil al-Qur’an sebagai yang menentukan bagi islam; Sedangkan yang
lainnya adalah membantu. Ia memulai sama sekali dengan al-Qur’andan
dibawa untuk mengauraikan tentang relevansinya dengan masyarakat baru
pada zamannya. Dengan itu sudah barang tentu ia menolak otoritas lama
(taqlid).
Pada tahun 1920 perguruan tinggi Aligharh ditingkatkan
menjadi Universitas penuh. Paham mosernisme islam tetap dipancarkan oleh
universitas ini. Pada tahun 1937 Universitas ini berada di bawa All
India Muslim League, dan pada tahun 1941 menjadi pusat perjuangan
Pakistan. Kemudian Amir Ali, seorang pemikir islam India, ia
menyayangkan kemunduran islam, sewaktu amalan-amalan agama islam diganti
dengan usaha-usaha yang tidak sungguh-sungguh, orang lebih mengikuti
huruf dari pada jiwa, dan inisiatif tidak ada sama sekali. Inilah
sebabnya mengapa ijtihad diperlukan, dengan perkataan lain, hokum islam
harus terus berkembang .
7. Turki Utsmani
Menurut Coulson,
pada abad kesembilan belas, hukum eropa mempunyai tempat pijakan di
pemerintahan Utsmani melalui sistem kapitulasi. Dengan sistem ini
penguasa Barat menjamin bahwa warga negara mereka di Timur Tengah akan
diatur dengan hukum mereka sendiri. Hal ini meyebabkan akrabnya hubungan
antara orang islam Turki dengan oran gEropa. Penerimaan terhadap
peradaban barat ditandai oleh lahirnya beberapa Undang-undang dan upaya
kekuasaan di negeri Utsmani pada abad itu .
Sultan Mahmud II
(1785-1838 M) adalah kepala negara Utsmani pertama yang menunjukkan
bahwa hukum negara harus menerima pemikiran Barat. Ia dengan tegas
mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusn dunia.urusan agama
diatur oleh hukum syari’ah, sedangkan urusan dunia diatur oleh hukum non
syari’ah. Pada tahun 1840 pemerintah mengeluarkan Undang-undang hukum
pidan baru, pada tahun 1847 mendirikan mahkamah-mahkamah baru untuk
urusan pidan dan perdata, dan pada tahun 1850 mengeluarkan Undang-undang
hukum dagang baru . Undang-undang ini menurut Coulson, sebagian hasil
terjemahan dari Undang-undang hukum dagang Prancis. Ada juga piagam yang
diumumkan atas desakan negara-negara barat pada kerajaan utsmani,
dimaksudkan memberi muatan Undang-undang yang banyak menguntungkan
kedudukan orang-orang Eropa diwilayah pemerintahan Utsmani (piagam
Humayun).
Dalam mewujudkan cita-cita menjawab tantangan zaman modern,
di kerajaan Utsmani muncul gerakan Utsmani Muda. Salah satu misi
perjuangannya adalah menciptakan konstitusi, sebuah lembaga untuk
membatasi kekuasaan Sultan dan lembaga kekuasan lain yang secara
tradisional mempnyai kekuasaan absolut. Namun, karen masyarakat belum
siap, konstitusi justri mengukuhkan kekuasaan absolut Sultan. Dengan
demikin, secara formal, perjuangan Utsmani Muda berhasil melahirkan
konstitusi, tetapi misinya gagal, tidak dapat membatsi kekuasaan absolut
pemguasa pemerintahan. Perjuangan yang dilkukan oleh gerakan lain,
Turki Muda, tidak lain dimaksudkan untuk membawa kerajaan Utsmani
menjadi sejajar dengan negara-negara eropa, baik teknologi maupun
pranatasosialnya.